Segera saja aku mengajak
Sita ke rumah Sita Indiva dan Medita. Ternyata dugaanku benar. Sita Indiva yang
tidak lulus. Bahkan Medita pun juga tak lulus?? Sangat sulit untuk kupercaya..
‘permainan macam apa ini??’, batinku.
Sungguh ironi!! Melihat kedua sahabatku yang tak berdaya itu, aku tak sanggup menahan buliran panas yang membasahi pipi. Terselip do'a dan motivasi untuk tetap tegar yang bisa terucap kini. Padahal, mereka bukan
orang yang bodoh ataupun nakal,apalagi pemalas, bahkan mereka termasuk siswa yang berprestasi di kelas dan juga mengharumkan nama
sekolah. Tapi, apa yang bisa diperbuat kalau sudah begini?? Aku hanya bisa ikut
menyesali aturan yang sungguh tidak adil ini. Tiga hari ujian nasional bisa
menggagalkan semua hasil yang telah diraih selama tiga tahun. Sungguh sangat
disayangkan, bukan?
**
Di rumah, semua orang
menunggu. Aku melihat motor Ayah, berarti beliau sudah pulang. Saya mengucap
salam dan langsung masuk rumah. Ayah keluar dari dapur.
“Ayah tadi ke SMP, tapi
kata Pak Hardy amplopmu sudah diambil ya?,”tanyanya penuh antusias
Sepertinya ayah
langsung konfirmasi. Takut-takut kalau aku bakal ngambek duluan.
“Dodo yang ngambilkan.
Nih..”sodorku padanya dengan agak cuek.
“Ayah sudah tahu.
Bahkan nilaimu sudah dikasih tahu sama Pak Hardy,”
“ohya? Emang berapa
nilainya, Yah?” sahutku penasaran
“Rata-rata tujuh ke atas semua, lupa ayah tepatnya berapa.”
Aku pun meninggalkan Ayah menuju kamar dengan senyum mengembang.Ternyata hasil jerih payahku tak sia-sia. Walaupun tak mendapatkan nilai sempurna, nilai itu lebih dari cukup atas hasil dari belajar ekstraku selama ini. Dan lagipun, nilai itu kugenggam dengan penuh kesungguhan dan hasil kerja yang fair.
To be continued..
To be continued..
No comments:
Post a Comment