Sunday, December 29, 2013

Bunga Krisan

Pada siang itu, kami tengah memperhatikan beberapa bunga yang ada di sekitaran rumah sang ibuk. Mataku tertumpu pada salah satu bunga cantik yang tengah mekar. Warnanya yang kuning muda semakin memperindah pesonanya kali ini. Karena memang yang lain banyak yang belum berbunga,he.
"Wah, bunganya cantik ya,"sahutku pada Ratna.
Matanya tertuju pada benda yang aku tunjuk. "owalah, itu bunga seruni mbak,"jawabnya santai.
Aku hanya nyengir nggak jelas. "Yuk, kita cari anaknya,"ajaknya padaku.
"Izin ibuk dulu dek,"sahutku pelan. Kami pun  segera mengambil tanamannya yang kecil di dalam pot tersebut setelah adanya persetujuan dari sang ibuk. Itu kilasan cerita tentang satu tanaman kecil yang tengah berdiri di pot hitam itu.

sumber: google
Bunga seruni ini terbilang cukup unik. Ia tumbuh dengan berbagai warna dan bentuk.
Ternyata di luar negeri bunga ini digunakan untuk di tanam di sekitaran pemakaman. Jadi tidak aneh memang kalaupun bunga ini dianggap agak mistis bagi kebanyakan orang. Namun tetap saja, bunga tetap bunga. Ia berfungsi untuk memperindah tempat di mana ia tengah berada. Walaupun kelamnya tempat ia tumbuh, namun dengan keindahannya itu mampu memberi warna dan keceriaan bagi yang memandangnya. Dari sana terdapat pula lah pelajaran yang berharga bagi kita, sebagai manusia tentunya.

Nama latin bunga  ini adalah Chrysanthemum.

Semoga ia tumbuh dengan ikhlas, sehingga semua akan damai ketika memandangnya suatu hari nanti.

Friday, December 27, 2013

Hobi baru

Kalau punya hobi baru itu, emang bisa bikin semangat baru. Apalagi kalau jadi hobi jamaah.. gkgk
Tapi nggak tau ntar bakal keterusan atau sebentar doang.. Mudah-mudahan pada betah ya ladies..

     Nah, kali ini kita lagi punya hobi baru. Koleksi strawberry's plants.
label dg nama masing2..

b.arab, latin dan english
Semua berawal dari keikhlasan hati seorang teman selingkaran, ia berbaik hati ngasih tanaman ini buat gue. Waktu di bawa ke pondok, semua ternyata pada tertarik. Ditambah lagi ketika berkunjung ke rumah kakaknya Nana, dikasih dua pot stroberi lagi. Jadi, sekarang udah pada nambah yang punya stroberinya. Ide punya ide, biar nggak ketuker kita kasih tanda untuk milik masing-masing,

Tandanya gue kasih dalam tiga bahasa. bahasa arab, inggris dan juga latin. Sekaligus sebagai ajang untuk belajar, biar mudah diingat. Stroberi dalam bahasa inggris mungkin sudah tak asing lagi buat teman-teman semua.Dalam Bahasa Arab agak asing, karena bagi kami yang belajar Bahasa Arab yang sudah pernah belajar tentang buah-buahan pun belum tahu apa itu stroberi dalam Bahasa tersebut. Maka, jalan singkatnya langsung searching aja deh google translation. Yang muncul awalnya Arab gundul tuh, untung bisa di dengar. Kurang lebih bunyinya seperti ini "Al Faraawulah" (stroberi-red). Mudah-mudahan nggak salah dengar ya..hee
Ma'af buat yang mahir bahasa arab, kalau ternyata salah..!
it's mine

Begitupun dengan Bahasa Latinnya. Dapat dah tu nama>> fragaria x ananasa.
Buat stroberi-stroberinya @@ tumbuh yang subur dan moga cepat berbuah ya.. He... Jadi ga' sabaran.. ckck
siram yang rajin ya..


Thursday, December 26, 2013

Fun in Togetherness

Kebersamaan itu mahal loh. Nggak percaya??
Togetherness on the beach

Coba aja kamu planningkan sebuah acara yang kalian bisa nikmati bersama-sama. Maka, harus ada deal waktu dan tempat. Kalau tempat, okelah biasanya nggak terlalu ribet rembuknya. Tapi, kalo udah soal waktu maka akan banyak sekali kendala dan cekcoknya (bukan arti sebenarnya).

Kenapa???
Mhm.. indahnya langit senja hari ini
Karena kita punya kesibukan masing-masing tentunya. Belum lagi mungkin kondisi tubuh bahkan dana kadang-kadang berbeda-beda.

Yup. Untuk hal sederhana saja misalnya main ke pantai. Udah planning nih malam, besoknya akan ada aja yang bakalan bikin gagal. Bisa karena pekerjaan, kesibukan, keuangan bahkan cuma karena mood doank.
Nah loh. karena mood doank?? Ya iya, karena itu aja bisa gagal rencana bersama.

Kalau udah mampu ngelewati masa itu, akan ada lagi kesulitan selanjutnya. Bisa jadi tentang kostum. Maklum, cewek-cewek harus diakui emang ribet...he. Dan juga bisa karena transportasi. Kalau udah nggak cocok, langsung mundur dah. padahal kasian banget kalo udah siap-siap eh ternyata helm nggak cukup. Waduh, kalo nggak mau ninggalin temen ya harus nekat.. gkgk.
berpencar

Mahal nggak? Mahal banget. Harus penuh dengan bujuk rayu, yang penting bukan bujuk rayu syaithon yaah.. Upss.
Nah, kalo udah dapet waktu bersama jangan tunda-tunda lagi kebersamaan itu. Apalagi yang punya profesi berneda-beda. Pasti susah banget nyatuin waktu untuk jalan bareng.
bersepedaaa...
Kalau udah bisa deal dengan waktu yang sama, emang harus rela ninggalin yang lain dulu. Karena mungkin momen ini akan sulit untuk ditemui kembali nantinya.

Mhm.. Just having fun in togetherness bikely...




Budidaya Bibit Lele


Baru tau kalo ternyata satu ekor induk lele itu bisa melahirkan ribuan anak. Masya Allah, cukup luar biasa kalau mampu membudidayakannya. Nah, itu dia. Membudidayakannya.

Kolam lele
Momen jalan-jalan kali ini, kami mendapatkan banyak sekali petualangan yang seru-seru tentunya. Banyak hal yang memberikan kami pelajaran berharga. Padahal nggak nyangka sama sekali kalau sampai-sampai bahas bakal ternak lele segala. Mhm.. cerita turut cerita, sepertinya ternak lele cukup menarik, walau pakan atau makanannya memang agak mahal. Tapi, udah ditawari 2000 anak lele sama yang punya, masa nggak mau kan?? Gratis lagiii… ‘Tinggal kolamnya di perbaiki, kalau kolamnya mencukupi 2000 ekor dikasih sebanyak itu,’kata sang Bapak yang kebetulan bapaknya salah seorang santri di asrama kami.
Apalagi yang bakal dikasih yang umur sebulanan, jadi tidak perlu khawatir sebagai peternak lele pemula. Lain hal kalo yang dikasih anak lele yang baru empat harian. Bisa-bisa mati semua, timpal sang Ibuk.

Semula yang tak tahu apa-apa, ketika menikmati secara langsung tentang budidaya ternak bibit lele jadi tahu apa-apa.hee. katrok ya.. biarin dah, yang penting happy....

tarik-tarik
Bunganya sekalian diangkut

 

Sunday, December 22, 2013

Ibu. Tetap Saja Kau Ku Rindu

thesis guidance
Mhm.. sudah setahun. Tepat di hari ini, tanganku mengalir begitu saja untuk mengungkapkan rasa rindu dan cintaku pada ibu yang telah dan selalu menjadi hero dalam hidupku. Entah, mengapa. Hari ini begitu sulit kutorehkan sedikit saja cerita tentang sosok yang lembut itu. Selama ini begitu sabar, tanpa membatasi kesabarannya. Belum aku memulai menulisnya, tangan ini harus berhenti untuk menepis airmata yang mengalir deras di sudut mata. Aku ingat, begitu banyak yang harus aku perbuat agar sedikit saja mengobati hatinya yang mungkin terluka. Terluka karenaku tak bisa seperti yang ia harapkan, terluka kala selalu mengabaikannya, terluka dengan kata-kata orang, terluka dan terluka karena aku, anaknya. Walau tak tampak dari wajah dan kata-katanya, aku tahu ia terluka.

Ibu. mungkin saat ini anakmu belum bisa memberikan segelintir senyum bangga untukmu. Bahkan sedikit saja, membuatmu tersenyum bahagia. Entah, kapan aku bisa mengganti lukamu itu. Waktu seribu tahun mungkin tak akan cukup menutupi lobang-lobangnya. Sujud sepanjang masa di kakimu mungkin tak pernah terobati perih dan sakitnya luka yang telah tertancap.

Tapi sosok tangguh itu, tak hiraukan semua luka. Karena perjuangan pada anak-anaknya yang tercinta, menitikan airmata bahagia. Kesenangan buah hatinya, di atas kesenangannya sendiri.

Sosok itu....
Dia selalu menancapkan rasa bangga di hatiku karena memiliki ibu seperti dia.
Karena sayangnya tak pernah ia pinta aku untuk membalas semuanya.
Hanya satu harapan yang membuat ia tak berhenti berdo'a
Agar anaknya segera wisuda.

Lomba cerpen ' Aku ingin jadi Pengantin'.. Gagal masuk nominator di Diva Press

.Mhm.. ketika lihat link nominator lomba 'aku ingin jadi pengantin' di facebook, udah deg degan duluan tuh. Mau buka, eh kuotanya nggak ada. Esoknya gue langsung beli kartu modem baru 'n liat tuh link. Hati-hati, gue baca nominasinya dari nomer satu ampe ke dua puluh. Alhamdulillah, nama gue nggak ada di situ. Sedih sih, tapi mau gimana lagi, itu artinya gue harus nulis dan nulis lebih baik lagi. Tadinya mau disimpan gitu aja di brankas, tapi karena suatu kejadian yang membuat gue trauma kalau nyimpannya di laptop atau apalah. Semua lenyap tak berbekas, karena rusak tepat dinyawanya data-data bersarang. "Harus ganti hard disk baru,"saran yang nyervis laptop. Shock dah tuh. Mana semua file dari yang paling nggak penting sampai paling penting lenyap gitu aja. Gimana nggak shock coba. Bayangin aja, data skripsi di sana semua, mana nggak di simpan tempat laen lagi. Wuish, bisa nangis darah kali ya. Tapi, nggak gitu juga lah. Buktinya, gue mampu ngelewatin masa kritis ini. Alhamdulillah semua kembali normal. Ada Allah kok yang bantuin. Semua bisa terselesaikan kembali tanpa merasa tertekan sedikit pun. Memang lelah tapi ini lah perjuangan. Akan ada kemudahan di akhirnya, Insyaallah.
Wah, ceritanya dari naskah lomba udah nyampe skripsi aja.. Maaf ya, ngalir gitu aja so'alnya.
Ini dia, dari pada ceritanya mubazir, gak kepake. Gue posting aja kali ya. Biar ada manfaatnya.

 Jreng jreng....... Ini adalah cerita fiksi, jika ada kesamaan tempat, tokoh dll adalah faktor yang tidak di sengaja dan juga disengaja. jadi, mohon dimaklumi.. yeay!!

Judulnya adalah ............


Pengantin Queensland
Mesri Winda

Hidangan telah tersaji di atas tikar. Kami pun duduk melingkar dan siap melepas haus dan lapar setelah seharian berpuasa. Hingga adzan berkumandang, menyampai berita gembira untuk kami semua. Alhamdulillah. Do’a pun kami sertakan atas rasa syukur karena bisa berpuasa tanpa kendala yang berarti hari ini. Roti yang tersedia sebagai pengganjal perut, satu per satu pun mulai memenuhi mulut. Kami asyik mengunyah santapan yang seadanya itu.
Adzan sudah selesai berkumandang. Kami meninggalkan obrolan, dengan segera kami sanjungkan do’a pada yang Kuasa. Kami tak ingin hilang kesempatan untuk bermunajat pada waktu yang paling baik itu. Indah, ukhuwah ini. Jalinan antara kakak dan adik di antara kami membuat kami tetap tegar ketika jauh dari keluarga. Bahkan menjadi pengobat, ketika kerinduan mulai mencuat. Aku, Kak Sita dan Risa. Dua tahun kami bersama. Disatukan dengan lentera keimanan pada yang Satu. Kak Sita lah yang membimbing kami ketika pertama kali masuk perkuliahan. Tapi, kini Kak Sita tak lagi bersama kami. Ia sudah menikah satu tahun yang lalu, kini ia tengah hamil muda. Dan sepertinya juga sudah mulai menebar virus bahagia agar kami pun segera mengikuti langkahnya untuk menggenapkan setangah dien. Kami selalu nyaman ketika bersama dengan Kak Sita yang 3 tahun lebih tua dari kami. Sosok penyabar itu mengajarkan kami untuk tegar dari badai yang akan datang secara tak terduga. Yang sebagai Muslimah, aku dan Risa kadang agak bandel. Tapi, seiring waktu dan terus belajar, kini kamipun punya tugas yang sama seperti Kak Sita. Membina adik-adik di mentoring, memotivasi kerja adik-adik dalam organisasi dan memberi tauladan yang baik tentunya untuk mereka yang bernaung dalam suatu wadah ekpresi mahasiswa yang intelektual dan juga religius.
Proses tarbiyah. Pendidikan yang benar-benar mengubah prilaku dan cara berpikir yang lebih baik. Dan mengemban tugas itu tak gampang. Aku dan Risa harus rela tidak tamat tepat waktu demi regenerasi dakwah kampus ini. Namun, Kak Sita terus memotivasi kami agar tegar dan terus berjuang. “Menolong agama Allah, maka Allah akan memudahkan semua urusan dunia bahkan akhirat,”sahutnya berulangkali ketika kinerja kami mulai lesu. Disadari atau tidak, regenerasi penerus itu memang penting. Ini proyek Allah, yang pertama kali diamanahkan pada Rasulullah, yaitu untuk memperbaiki akhlak manusia. Dan kini menjadi tugas kita bersama, sebagai seorang yang mengaku umat muslim.
Nah, kok jadi bahas amanah nih. Hmmm....
Deru motor di depan kos-kosan kami, menandakan jemputan Kak Sita sudah datang. Itu suaminya, Mas Doli yang tepat janji untuk menjemput sang istri setelah sholat Isya. Kami pun segera membuka pintu. Dengan tatapan sayu, tetap harus merelakan Kak Sita untuk segera pulang. Walaupun kami masih merindukan kebersamaan ini, kami sadar Kak Sita seutuhnya bukan milik kami lagi. Tapi, ia kan tetap jadi pelita di hati kami.
##
Aku dan Risa segera membereskan hidangan. Risa menoleh seraya berkata, “Ra, bukannya kamu mau menikah sebelum wisuda ya?”. Aku tersenyum mengingat obrolan kami untuk menikah setahun yang lalu. “Lihat saja nanti, yang mana yang dikasih duluan aja,”jawabku sekenanya. Kami masuk ke kamar masing-masing. Dengan segera aku membuka lembaran skripsi yang sudah dicorat-coret oleh pembimbing. Dan malam ini terus bergelut dengan tumpukan kertas putih dan berlomba dengan waktu untuk merevisi. Aku memacu semangat untuk segera menyelesaikan skripsi yang baru setengah matang ini. Hingga aku lupa sejenak dengan semuanya.
Tok tok.. “Ra, udah bangun?”
Suara Risa membangunkanku. ‘Astaghfirullah, aku tertidur,’lirihku. Laptopku pun masih menyala dengan iringan nasyid Raihan, yang melantunkan “Peristiwa Subuh”. Kulihat, sudah menunjukkan jam 4 lewat.
Aku segera membuka pintu, “Ya Ris. Syukron ya udah bangunin.”
“Ya, masih ada makanan untuk sahur di meja makan. Aku tidak ikut puasa hari ini, karena jatah bulanan udah datang,”jelasnya.
“Yup, sepertinya aku akan sholat ke masjid sendirian idul adha besok,”gumamku. Aku segera masuk kamar mandi untuk berwudhu dan sholat beberapa rakaat. Aku pejamkan mata menikmati  sujudku sejenak. Dalam diam aku kembali teringat percakapan semalam. Sepertinya hatiku tengah bersiteru, untuk mempertimbangkan kembali keputusanku. Kiranya perseteruan ini menyesakkan dada. ‘Aku ingin menikah, tapi di sisi lain senyuman angin sejuk Tanah Queensland tengah menyapa’. Hatiku kuat untuk ke sana. Aku ingin membuat semua keluargaku bangga. Seumur-umur belum ada dari keluarga besarku yang bisa melanjutkan studi ke luar negeri. Aku ingin membuat paradigma tentang pendidikan itu menjadi mudah di pandangan keluargaku. Selagi ada kemampuan dan kemauan, semua insyaallah akan dimudahkan. Kalau hanya mengandalkan soal harta, pesimislah yang ada. Apalagi diluar negeri biaya tak tanggung-tanggung mahalnya. Kini jalan itu sudah ada, tinggal bagaimana aku melangkah mendekat saja. Walaupun orangtuaku berharap aku segera menikah, tapi keputusan mereka serahkan semua padaku. Semoga Allah memudahkan urusanku. Aamiin.
##
Aku menyudahi do’aku pagi ini. Dan bersiap-siap ke kampus. Sidang Skripsi sebentar lagi, dan aku akan fokus persiapan mengurus beasiswa nantinya.
“Sa, kamu nanti ke kampus kah?,”tanyaku pelan. Risa tengah menikmati bacaannya pagi ini. Ia segera menoleh padaku. Dan hanya menggeleng. Begitulah kebiasaan Risa. Kalau sudah baca buku, ia tak akan mampu berkata-kata lagi. Aneh. Tapi aku bangga punya teman sepertinya. Ia seseorang yang banyak membantuku dalam hal apapun. Sebagai teman, kadang aku juga terlalu egois padanya. Tapi, untunglah dia orang yang tidak ambil pusing dengan semua itu. Risa. Dia temanku sejak SMA. Sudah banyak yang kami lakukan bersama. Sepertinya semua keburukan masing-masing sudah tak menjadi hal yang krusial lagi.
“Ya sudah, aku ke kampus dulu ya. Assalamu’alaykum.” Aku segera menutup pintu kamar Risa, tanpa mendengar jawaban darinya, akupun segera pergi. Aku berjalan menyusuri gang sempit yang biasa kami bertiga lewati menuju ke kampus. Itu adalah jalan pintas rahasia antara kami bertiga.
‘Huft, selamat!!,’syukurku. Sepi sekali jalannya. Lebih baik lain kali aku tak lewat jalan itu sendirian lagi.
##
Akhirnya usaha hari ini tak sia-sia. Pembimbing pertamaku sudah menyetujui untuk sidang. Kulihat jam yang melingkar di tangan. Pantas saja perutku rasanya sudah tak karuan, ternyata sudah jam 1 siang. Aku bergegas turun dari ruang prodi menuju kantin. Energiku harus dicarger, sebelum menemui pembimbing kedua yang lumayan killer.
Aku memilih duduk di pojok sendirian. Sembari menunggu pesanan, akupun meyusun kembali berkas yang amburadul. Aku meregang leher sejenak dan tanpa sengaja aku menangkap seseorang yang tengah duduk di meja yang cukup jauh dari mejaku. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Apalagi perawakannya bukan seperti anak kampusku ini. ‘Ah, sudahlah,’sahutku. Aku segera kembali asyik dengan kesibukanku. Tapi aku merasa aneh, seperti diperhatikan olehnya. ‘Siapa dia? Ah, jangan terlalu jauh berpikir Lara,’gumamku.
##
‘Selamat ya Ra, udah sidang,’ ternyata sms dari Kak Sita. Akupun dengan cepat membalas pesannya. Sekaligus ingin memberitahu kalau aku juga sudah lulus berkas di Central Queensland University. Dan dalam minggu ini aku akan ke Jakarta untuk melengkapi berkas beasiswa.
“Ra, kamu benar-benar yakin mau S2? Apa nggak sebaiknya nikah dulu aja. Kita kan cewek.”
“Kenapa emangnya, Sa? Bukannya kemaren-kemaren kamu dukung banget.”
“Nggak sih, kalau ada seorang yang sholeh ngelamar kamu gimana?”
“Mhm, bahas itu lagi kan. Udah dari bulan yang lalu kita tutup dulu masalah itu kan. Jodoh nggak akan datang pada waktu yang salah,”tegasku.
“Maksudmu Ra? Allah akan melaknat seorang wanita yang menolak lelaki sholeh loh, masih ingat nggak kata kak Sita?”
“Ya, aku ingat sayang. Tapi kan aku udah memutuskan untuk maju, S2 dulu. Lagian juga nggak ada yang ngelamarku ini,”ceplosku.
“yakin?? Kak Sita belum cerita?”
“Cerita apaa? Kak Sita aja baru sms pagi ini dan ucapin selamat atas sidangku doang.”
“Kamu balas apa?,”tanya Risa penasaran.
“Mau tau aja apa mau tau banget??,”candaku. Risa pun manyun dengar guyonanku.
“Serius nih..,”sewotnya.
“Mhm, aku bilang lulus berkas di CQU dan akan ke Jakarta dalam minggu ini.”
“Wah, pantas aja Kak Sita nggak ngomong,” di wajahnya agak tampak sesal.
“Cerita dong Sa. Ada apa sih sebenarnya?”
“Ntar sore Kak Sita mau main ke kosan, katanya mau ngajak jalan pake mobil adik sepupunya. Kamu nanti akan tau. Kita jalan rame-rame.”
“Ohya? Kok Kak Sita nggak ngomong sih sama aku. Nanti sore itu aku ada mentoring adek-adek, Ris.”
“Wah, gawat nih. Masa dibatalin sih, Kak Sita dan suaminya udah jauh-jauh dari Palembang cuma buat ketemu kita loh. Dan Kak Sita cuma beberapa hari di tempat saudaranya di Bengkulu Utara.”
“Gimana lagi, Sa. Ini dakwah loh, masa dibatalin mentoring adek-adek. Kan kasihan, nanti takutnya mereka jadi malas datang lagi. Lagian kamu kan ada, Sa,”sahutku enteng.
“Terserah kamu deh, Ra.”
“Mhm, gini aja. Besok kita main ke tempat Kak Sita aja. Nanti tanyakan alamatnya ya.” Risa mengangguk pelan.
##
Aku segera menyelesaikan tilawah. Sesudah subuh ini, aku dan Risa akan silaturahmi ke rumah keluarga Kak Sita di Argamakmur, Bengkulu Utara. Ke sana, kami butuh waktu 1 jam lebih untuk sampai. Untunglah kami punya motor pinjaman kakak sepupuku kemaren. Jadi, kami tidak terlalu sulit untuk mencari mobil terlebih dahulu.
“Kak Sita kenapa nggak jadi ke sini kemaren?,”tanyaku pada Risa.
“Dia juga mendadak nggak bisa, karena mobil dipakai sama adek sepupunya. Biasa, dakwah juga kayak lu,”. Aku hanya bergumam pendek, mulut membentuk huruf O. 
 Sesampainya di alamat yang tepat, kami disambut ramah oleh penghuni rumah. Kami pun melepas rindu dengan Kak Sita. Sudah dua bulan tak bertemu sejak kepindahannya ke Palembang bersama suaminya, seperti sudah bertahun-tahun saja. Kami berbincang-bincang seperti biasa. Seorang remaja yang berkerudung rapi menyuguhi minuman dan kue kecil, ternyata dia anak pemilik rumah. Namanya Zera, ia ramah dan dengan senang mengobrol bersama. Kebetulan cuma ada kami berempat saja. Kamipun bebas berbincang-bincang dari yang basa hingga yang basi. Semua tak luput dari pembicaraan kami.
“Jadi, ini Kak Lara yang calon Mas Ihsan? cantik,”ceplosnya. Aku bingung dan malu. Siapa tuh Ihsan, namanya saja baru aku dengar. ‘Apa-apaan nih?,’pikirku. Aku menatap Risa untuk mencari tahu ada apa di balik bakwan. Risa pura-pura nggak tahu. Aku ingin mencari tahu pada mata Kak Sita, tapi tak kutemukan juga.
Zera pun disuruh masuk kamar sebentar sama Kak Sita.  Kak Sita memulai pembicaraan. Sepertinya akan menjadi lebih serius setelah ini. “Sit, ingat perbincangan kita dua bulan yang lalu?,”tanya Kak Sita. “Apa tentang ikhwan yang mau cari istri umur 22 itu? Aku nggak mau kalau prioritas seorang ikhwan menikahi akhwat itu faktor umur Kak. Bukankah itu akan jatuhnya pada fisik. Aku ingin mempertimbangkannya, kalau itu karena kesholehannya,”ungkapku tajam.
“Mhm, bukan itu. Kalau kamu mau menikah setelah menyelesaikan skripsi. Ingat?”
“Iya sih kak. Apa Ihsan itu yang kakak sebutkan dulu?,”
“Tentu saja bukan. Ihsan baru saja pulang ke Bengkulu dua bulan yang lalu. Dan ia juga minta dicarikan sama kakak,”jelas Kak Sita memahamkan.
“Kenapa aku yang dibilang calonnya, Kak? Kenal aja nggak, apalagi dia belum tau sifat burukku gimana. Risa aja tuh,”tunjukku enteng. Yang ditunjuk sewot. “Apaan sih, Ra. Dia maunya sama kamu kok,”jawabnya.
 “Insyallah, kesolehannya tidak diragukan lagi, Ra. Bukan karena ia dari pesantren, tapi memang pribadinya telah tertempa sejak kecil, Kak yakin kamu insyallah akan bahagia bersamanya,”lanjut Kak Sita. Aku terhenyak. Aku jadi bingung mau jawab apa. Padahal dulu memang pernah bilang sama Kak Sita, kalau pengen dita’arufkan dengan seseorang yang tidak pernah aku kenal sama sekali, yang penting soleh.
“Kenapa tak cerita dari awal Kak? Disaat keinginan melanjutkan kuliahku sudah sangat kuat,”tanyaku memelas. Kami semua diam sejenak.
“Maafin Kak ya, Ra. Tapi ini keinginan Ihsan juga. Dia ingin memastikan dia bisa menerimamu, baru dia ingin adanya keterbukaan. Dan sekarang Ihsan sudah jatuh cinta padamu, jangan sampai mengecewakan lelaki soleh itu.”
“Bisa jatuh cinta hanya lewat foto, Kak?,”tanyaku heran.
“Tentu saja tidak. Kalian sudah pernah bertemu dua kali,”sahut Kak Sita tersenyum. Aku mencoba mengingat-ingat. Belum lagi aku ingin bertanya ‘kapan’ pada Kak Sita, ada salam dari depan. Kami menjawab salam yang ternyata Mas Doli, suaminya Kak Sita dan seorang pemuda yang tingginya kira-kira 165cm masuk ke dalam rumah.
Dug. Sepertinya aku memang pernah bertemu pemuda itu. Aku segera menundukkan pandangan. Sambil berpikir keras, pernah bertemu di mana. Setelah sedikit sapaan basa-basi, Mas Doli dan pemuda itu segera masuk ke ruang belakang. Aku terdiam dan hanya bisa bungkam dalam rasa ingin tahu. Setelah dirasa aman kami kembali bercakap santai.
“Kakak kenal bagaimana kamu Ra, dan juga Ihsan. Insyallah, kalian cocok. Apalagi visi kalian tak jauh dengan Al-Qur’an dan dakwah kan?,”sambung Kak Sita. Aku tetap bungkam tanpa bisa berkata-kata.
Setelah solat dzuhur, akhirnya kami pamit pulang pada Kak Sita dan Zera serta ibunya yang baru pulang dari pasar.
##
“Ganteng kok orangnya, Ra. Udah gitu hafidz Qur’an lagi,” Perkataaan Risa membuyarkan lamunanku pada jalanan sekitar.
“Besar harapanku untuk S2 keluar negeri, Sa,”jawabku lemah.
“Tapi, pendidikan itu bisa dilanjutkan setelah menikah, Ra.”
“Ya memang, tapi ini keadaannya berbeda. Kalau sesudah menikah, kami harus berpisah kan kasihan. Aku tak mau menjadi istri yang mengabaikan suaminya, Sa.”
“Mhm, ya udah. Ikuti saja saran Kak Sita tadi. Kamu istiqorah dan berpikirlah selama dua minggu ini. Semoga nanti diberikan jawaban yang tak menyakiti siapapun,”sarannya. “Aamiin,”jawabku pelan.
##
Sudah seminggu waktu berjalan, aku masih belum bisa memutuskan yang terbaik. Risa dan Kak Sita tak lagi berkomentar apapun. Dua minggu ini dikhususkan untuk berdialog dengan Allah, apa yang terbaik bagiku. Dengan hari yang telah ditentukan, aku tetap berangkat ke Jakarta untuk memenuhi syarat beasiswa. Sambil menunggu giliran, disampingku ada seorang Ibu yang tengah hamil. Ternyata dia juga peserta beasiswa kuliah luar negeri. Aku tertegun. Ibu yang berusia 35 tahun itu saja masih semangat belajar, padahal dia juga sudah berkeluarga.
Pipiku memanas. Kiranya, hatiku tengah luluh. Mungkin aku sadari yang terbaik untukku saat ini. Pendidikan bisa saja kita dapatkan dari manapun dan kapanpun. Aku harus segera bertindak sebelum semua terlambat. Aku keluar dari ruangan. Dengan segera kuambilkan handphone dan mengontak seseorang. Di seberang telpon menjawab dengan salam. “Kak, Aku ingin jadi pengantin,”sahutku pelan. Dunia terasa lebih luas, setelah kuucapkan kata itu. Senyuman keluargaku, Kak Sita dan Risa dan Ihsan membekas bayang di pelupuk mataku. The End.