Sunday, November 11, 2012

Menggapai ufuk cinta Ilahi part II


Sesampai dirumah kami melihat kondisi yang tak jauh berbeda dengan kebanyakan rumah-rumah yang telah kami lewati. Sedikit hancur, tapi masih layak untuk ditempati dibandingkan dengan saudara-saudaraku yang lain yang rumahnya hancur 100%. 
Lega rasanya mengetahui semua anggota keluargaku selamat dari musibah ini. Ternyata ada dua sahabat ku yang sengaja datang untuk mengambil rumput Jepang yang banyak terdapat dihalaman rumahku. Ku hampiri mereka yang masih terduduk cemas seraya menangis . Aku mencoba menenangkan dan menyuruh mereka untuk pulang.
 “Balik lah mel, sis. Mudah-mudahan keluarga kamu baik-baik ajo, insyaAllah7”. Kataku penuh rayu.
Setelah berapa lama kubujuk, akhirnya mereka pun memberanikan diri untuk pulang. Aku lega dan berdo’a untuk keselamatan mereka, walau tanpa sadar ada bulir kehangatan yang meleleh dipipiku yang sedari terus kutahan.
Panggilan Allah pun menyapa melalui gema adzannya. Ku lihat orang-orang yang ingin sholat berjama’ah pulang sebelum menunaikan kewajiban itu, karena masjid kami pun melebur rata. Tak akan ada sholat tarawih  dan witir berjama’ah dimasjid lagi tahun ini.
Rasa cemas pun tak berhenti menggelayuti sekitar kabupaten kami. Karena terkenal dengan pantai yang memiliki ombak besar.
Infomasi BMKG pun menyatakan gempa ini dengan kekuatan 7.9 SR dan berpotensi tsunami. Sehingga, membuat orang-orang pesisir pantai berduyun-duyun mencari tumpangan hidup sementara ditempat yang lebih tinggi.
Ba’da maghrib itu menjadi ajang lomba untuk mendapat zona aman bagi mereka. Kami tetap berada dirumah dan tak berencana untuk mengungsi, karena tempat kami termasuk aman dan jauh dari pantai.
Tapi, malam itu banyak keluarga yang mendirikan tenda darurat di depan rumah masing-masing,maka untuk lebih amannya dan juga solidaritas dengan sesama tetangga maka kami pun mendirikan tendan dan terpaksa tidur beratapkan langit dan beralaskan bumi (walaupun sebenarnya ada tenda dan kasur yang kugotong dari kamar).
7. Balik lah mel, sis. Mudah-mudahan keluarga kalian baik-baik aja, insyaAllah
Jaga-jaga jika nanti ada gempa susulan yang lebih dahsyat. apalagi dalam kondisi kelam pekat jika listrik mati tiba-tiba.
Aku bermenung ditepi tenda, menyendiri. Telah banyak keburukan yang kurasa menimpa ku saat ini,khususnya hari ini. tapi ku berusaha mencari apa alasan semua ini terjadi. Ku menengadah, menatap langit dengan tatapan kosong.
“Akan kah dibalik ini ada sebuah kebaikan untuk ku?” 
Malam dimana seharusnya aku dan keluarga ku sudah berada di masjid untuk tarawih bersama dan membuat makanan untuk sahur nanti. Justru ramadhan ini memberi sisa-sisa kehidupan gelap yang membekas dihatiku saat ini. Dengan linangan airmata pasrah, ku mencoba mengais asa dan menikmati indahnya malam ini. Ternyata aku bisa, bisa menikmati bintang yang jelas terang berkedip senyum kepadaku. Aku merasa ada jawaban kerinduanku pada Allah melaluinya.
Kuberanjak pergi untuk mencari-cari rubuhan lemari meja kerja ayahku dan mengais tumpukan yang menghimpit kumpulan diary yang aku simpan disana siang tadi. Tenyata, buku diary yang di hadiahkan  kakakku itu tak ku temukan lagi. Tak berputus asa, aku mencoret secarik kertas untuk melukiskan keindahan langit malam itu. Dan kembali mengatur duduk ku ditepi tenda dibawah sinar lampu neon yang bergelantungan tak nyaman.
Bintang Asa
Bintang..
Senyum mu mengais asa...
 Walau kau tak berbaris seperti sedia kala.. tapi tetap menyala.. menyala terang..
Kau tak boleh hilang karena putus asa, tetap memberi cahaya dikala gelap tiba..
Demi seonggok  rasa,,kau tak boleh pergi..
Bintang.....,
 Ku lihat uluran tangan Nya meraihku melalui senyummu.
Walau dunia kurasa seakan berabu dan ditutupi debu..
Karunia Nya kini membawa cahayamu padaku.
Dengan deraian airmata yang tak sanggup kutahan , aku sungguh malu. Malu pada Nya. Aku yang sedikit bersyukur,tapi slalu ingin mengukur. Tapi, kurasa malam dingin itu menelusup hangat batinku.
Aku bersyukur karena tadi siang aku menuruti kata-kata ibuku. Aku bersyukur keluarga ku semua selamat dalam musibah ini. Aku bersyukur, masih diberi nafas ini. Aku pun bersyukur, masih memiliki hati dan iman ini. Aku berazzam, ini langkah awalku untuk berubah, bukan menjadi semakin terpuruk. Dengan mengucapkan bismillah aku pun memberanikan diri membaca buku tentang kewajiban berhijab bagi seorang muslimah untuk pertama kalinya. Buku inspiratif dan penuh ilmu karya Salim A fillah, Agar Bidadari Cemburu Pada Mu itu, kusingkap perlahan. Buku ini pemberian mbak Re ku sayang. Seorang mahasiswa muslimah dari Universitas terkenal di Bengkulu yang taat dan mengajarkan ku banyak hal selama dia KKN ditempatku tak berapa lama ini .

Friday, November 9, 2012

MUHASABAH


MUHASABAH

Ya Allah Yang Maha Pengasih..,Yang kasih Mu tiada pernah pilih kasih..
Maka hujani lah kami slalu dengan kasih ukhuwah ini..
Sebagai penghanyut buih-buih dosa kami..
Ya Allah Yang Maha Penyayang..,Yang sayang Mu tiada pernah terbilang..
Maka payungi lah kami dari hati yang gersang..
Sebagai penyelamat jiwa, dengan lidah yang selalu basah untuk mengingatMu..

Dengan tetesan bait-bait rindu..
Ketika mendengar ayat-ayat suci Mu dilantunkan dengan merdu..
Kau pun bicara lewat firmanMu, menjadi nasihat dan pengingat..
Sebagai pintu menuju  jannah Mu..
Ku hanturkan untuk Mu Yang Maha Agung..
Sebagai rasa  syukur akan nikmat Mu yang tak akan dapat kami hitung..
Dengan rasa malu yang kujunjung..
Ketika kau menjauhkan kami dari sebuah wajibat ..

Jangan lenakan hamba Mu ini dengan perbuatan yang sia-sia, ya Allah..
Walau kadang kami pun sering melepas iman pada Mu, padahal kami sadar akan sebuah kewajiban
Hamba hina ini tak pantas meminta pengampunan Mu..
Tapi Engkau Maha pengampun, selalu menerima hambamu yang bertaubat..
Air mata membanjir pun tak cukup untuk  berjanji menjadi manusia taat..
Tapi kau berkahi ummat Muhammad dengan segala Rahmat..
Kau pun jaga kami dengan pagar hijab..
Sebagai batasan hinanya azab..
Sehingga menjadi sebuah filsafat  yang takkan lenyap dalam segala abad..
Dan takkan pernah terbang dibawa arus zaman.

Ya Rabb,  bersihkan lah batu terjal yang menghalangi pandangan kami dalam meniti hidup ini
Jaga lah kami dengan keperkasaan Mu Yang Maha Perkasa
Kau Yang Maha memberi  ketenangan dan kenikmatan..
Kau pula yang melembutkan hati  yang keras, mendinginkan kepala  yang panas.....
Sehingga  menjadikan ladang dakwah ini semakin mudah..

Wahai muslimah.., mulai detik ini,  jaga  langkah mu..
Kau tahu, betapa tak pantasnya diri kita berjalan selain mengikuti syari’ah Nya.
Wahai muslimah, tiada yang akan kita dapat dari cinta yang sesat..
Yang slalu cinta dunia, dengan segala kepekatan maksiat..
Pelajarilah jendela suci ini, agar engkau pun ma’rifat pada Tuhan mu.
Kuat kan tekad dengan menegakkan panji islam dalam satu barisan.

Bangkitlah wahai muslimah..
Bangunkan negara dan agamamu  dari keterpurukan modernisasi sesat yang mengancam..
Dengan menjadikan  diri muslimah yang sholehah..
Dengan menjaga hidayah dan inayah Nya
Agar  menjadikan kita Ratu didunia dan diakhirat
Sehingga bidadari syurga pun menjadi cemburu padamu

Ketahui lah muslimah..  Janji Allah itu pasti.. Janji Allah itu hakiki.. Janji Allah itu pasti hakiki..

Menggapai Ufuk Cinta Illahi 1


Menggapai Ufuk Cinta Illahi

Sore yang tenang menghantarkan keriuhan orang-orang yang menyambut gembira h-1 bulan suci Ramadhan. Sebuah tradisi belimau (keramas mensucikan diri) selalu ada setiap tahun menjelang puasa ditempat ku. Tak puas hanya melakukannya dirumah, mereka menjadikan momen bahagia ini kesempatan untuk jalan-jalan bersama keluarga atau teman-temannya bahkan pacarnya dengan alasan belimau. Kondisi yang tak biasa ini pun sangat membuat kebisingan orang-orang yang tengah duduk bersantai diteras rumah. Awalnya, aku pun ingin pergi belimau ke Air terjun di Sako (sumatera barat) bersama teman-teman. Keinginan seorang remaja yang tak mau kalah dengan teman-temannya, walaupun menempuh jarak yang cukup jauh. Maka pada siang itu aku memberanikan diri untuk meminta izin kepada orang tua ku, khususnya ibu. Karena kunci itu dipegang oleh ibu ku, karena jika ibu setuju maka ayah pun pasti membolehkan.
 “ Mak, boleh ikut kawan-kawan belimau ke Sako dak?1 Aku pun merayunya dengan wajah yang memelas.
“Ngapo ndak ke Sako nian? Orang rami ke jalan,kelak jatuh siapo ndak tanggung jawab. Lagian pagi ka ndak puaso. yang penting tu suci, bukan jalan-jalannyo2”. Terang ibu ku penuh petuah. Dalam hatiku pun sebenarnya membenar celotehan ibu. Tapi, aku tak ingin menyerah begitu saja.
“Yo, tapi kan kawan banyak, pakai oto lak gi3sambungku.
“Ai, tetap jo bahayo..4Balas  ibu yang tak mau kalah dengan pernyataanku.
Setelah tak ada satupun jurus alasan yang bisa diterima ibu, aku pun akhirnya pasrah. Kuputuskan mengikuti kata-kata ibuku, walau keinginan kuat untuk pergi. Tapi kucoba untuk menerima semua wacana ibuku. Sorenya pun ibu mendesakku untuk mandi, karena dia ingin mengajakku untuk berkunjung kerumah saudara-saudaraku dengan tujuan  bersilaturahim dan meminta maaf.

1. Bu, boleh ikut kawan-kawan belimau ke sako nggak?”
2. kenapa harus ke sako? Orang dijalan ramai, nanti kalau jatuh siapa yang mau tanggung jawab. Lagian besok puasa. yang penting itu suci, bukan jalan-jalannya.
3. Ya, tapi kan banyak temen, pakai mobil lagi 
4. Ai, tetap aja bahaya..
Dengan kondisi kaki yang mengayun agak malas, akhirnya aku memutuskan pergi bersama ibu ke rumah yang kupanggil andung (paman dari ibu). Serasa terkurung dalam pembicaraan orang-orang dewasa yang membicarakan segala hal yang mereka lihat dan dengar . Terselinap rasa bosan dan ingin pulang kerumah sesegera mungkin.Tapi sejenak ku berpikir, ku biarkan mereka saling berkelakar dan  Aku pun memilih terpaku diam dan menatap jalan aspal yang sedikit melepuh karena injakan penguasa tanpa ada daya untuk membela diri.
Terlihat orang-orang beriringan pulang dari belimau, entah dengan niat belimau atau sekedar jalan-jalan, aku tak tahu. Ku biarkan pertanyaan yang tak bisa kujawab itu pada mereka masing-masing.
Terdengar sayup-sayup dalam lamunan ku yang sedikit buyar..
“Gepuuuu.... gepuuu...!!5” sumber suara itu pun semakin jelas ku dengar. dengan lamunan yang sedikit membuyar,kurasa seretan itu semakin kuat. tanpa kusadari ibu menyambar tanganku secepat kilat dan menyeretku keluar di tempat yang tak akan terhimpit reruntuhan bangunan. Aku tak tahu apa yang terjadi jika ibu tak menarik ku segera. Hal yang paling kecil terjadi adalah tertimpa bata-bata yang ikut lari berhamburan dan hal terbesar terjadi adalah.... “Astaghfirullah hal adzim.....” Cuma kata itu yang bisa ku keluarkan.
Mulut terasa kaku dengan goncangan yang mengancam..
Rupanya gempa juga menyambut kedatangan bulan ramadhan dengan menari bersama patahan-patahan lempengan dan mengajak semua makhluk disekitar kami bergoyang. Aku pun mencoba menggenggam tangan ibu dan memeluknya. Mula-mula hanya goyangan gempa kecil, kemudian disusul ayunan kuat yang membuat kami semula berdiri, jatuh tersungkur karena tiada tempat bertopang.
“Allahu akbar!! Allahu akbar !!!” suara sekitar pun berebutan mengagungkan nama Allah.
Dengan kalimatullah yang slalu bercucuran , kami pun terduduk dengan pasrah bak mengikuti irama nada gempa. kulihat orang-orang dijalan itu terduduk bergelimpangan beserta motor-motor yang ada. Ku pandang nanar ketika  melihat rumah yang semula berdiri kokoh, bisa ambruk dengan seketika rata dengan tanah.
5.Gempaaaa.... gempaaa...!!