Sesampai
dirumah kami melihat kondisi yang tak jauh berbeda dengan kebanyakan
rumah-rumah yang telah kami lewati. Sedikit hancur, tapi masih layak untuk
ditempati dibandingkan dengan saudara-saudaraku yang lain yang rumahnya hancur
100%.
Lega
rasanya mengetahui semua anggota keluargaku selamat dari musibah ini. Ternyata
ada dua sahabat ku yang sengaja datang untuk mengambil rumput Jepang yang
banyak terdapat dihalaman rumahku. Ku hampiri mereka yang masih terduduk cemas
seraya menangis . Aku mencoba menenangkan dan menyuruh mereka untuk pulang.
“Balik
lah mel, sis. Mudah-mudahan keluarga kamu baik-baik ajo, insyaAllah7”.
Kataku penuh rayu.
Setelah
berapa lama kubujuk, akhirnya mereka pun memberanikan diri untuk pulang. Aku
lega dan berdo’a untuk keselamatan mereka, walau tanpa sadar ada bulir kehangatan
yang meleleh dipipiku yang sedari terus kutahan.
Panggilan
Allah pun menyapa melalui gema adzannya. Ku lihat orang-orang yang ingin sholat
berjama’ah pulang sebelum menunaikan kewajiban itu, karena masjid kami pun
melebur rata. Tak akan ada sholat tarawih
dan witir berjama’ah dimasjid lagi tahun ini.
Rasa
cemas pun tak berhenti menggelayuti sekitar kabupaten kami. Karena terkenal
dengan pantai yang memiliki ombak besar.
Infomasi
BMKG pun menyatakan gempa ini dengan kekuatan 7.9 SR dan berpotensi tsunami. Sehingga,
membuat orang-orang pesisir pantai berduyun-duyun mencari tumpangan hidup
sementara ditempat yang lebih tinggi.
Ba’da
maghrib itu menjadi ajang lomba untuk mendapat zona aman bagi mereka. Kami
tetap berada dirumah dan tak berencana untuk mengungsi, karena tempat kami
termasuk aman dan jauh dari pantai.
Tapi,
malam itu banyak keluarga yang mendirikan tenda darurat di depan rumah
masing-masing,maka untuk lebih amannya dan juga solidaritas dengan sesama
tetangga maka kami pun mendirikan tendan dan terpaksa tidur beratapkan langit
dan beralaskan bumi (walaupun sebenarnya ada tenda dan kasur yang kugotong dari
kamar).
7.
Balik lah mel, sis. Mudah-mudahan keluarga kalian baik-baik aja, insyaAllah
Jaga-jaga jika nanti
ada gempa susulan yang lebih dahsyat. apalagi dalam kondisi kelam pekat jika
listrik mati tiba-tiba.
Aku
bermenung ditepi tenda, menyendiri. Telah banyak keburukan yang kurasa menimpa
ku saat ini,khususnya hari ini. tapi ku berusaha mencari apa alasan semua ini
terjadi. Ku menengadah, menatap langit dengan tatapan kosong.
“Akan kah dibalik ini ada sebuah kebaikan
untuk ku?”
Malam
dimana seharusnya aku dan keluarga ku sudah berada di masjid untuk tarawih
bersama dan membuat makanan untuk sahur nanti. Justru ramadhan ini memberi
sisa-sisa kehidupan gelap yang membekas dihatiku saat ini. Dengan linangan
airmata pasrah, ku mencoba mengais asa dan menikmati indahnya malam ini.
Ternyata aku bisa, bisa menikmati bintang yang jelas terang berkedip senyum
kepadaku. Aku merasa ada jawaban kerinduanku pada Allah melaluinya.
Kuberanjak
pergi untuk mencari-cari rubuhan lemari meja kerja ayahku dan mengais tumpukan
yang menghimpit kumpulan diary yang aku simpan disana siang tadi. Tenyata, buku
diary yang di hadiahkan kakakku itu tak
ku temukan lagi. Tak berputus asa, aku mencoret secarik kertas untuk melukiskan
keindahan langit malam itu. Dan kembali mengatur duduk ku ditepi tenda dibawah
sinar lampu neon yang bergelantungan tak nyaman.
Bintang
Asa
Bintang..
Senyum mu mengais asa...
Walau kau tak berbaris seperti sedia kala.. tapi
tetap menyala.. menyala terang..
Kau tak boleh hilang karena putus
asa, tetap memberi cahaya dikala gelap tiba..
Demi seonggok rasa,,kau tak boleh pergi..
Bintang.....,
Ku lihat uluran tangan Nya meraihku melalui
senyummu.
Walau dunia kurasa seakan berabu
dan ditutupi debu..
Karunia Nya kini membawa cahayamu
padaku.
Dengan
deraian airmata yang tak sanggup kutahan , aku sungguh malu. Malu pada Nya. Aku
yang sedikit bersyukur,tapi slalu ingin mengukur. Tapi, kurasa malam dingin itu
menelusup hangat batinku.
Aku
bersyukur karena tadi siang aku menuruti kata-kata ibuku. Aku bersyukur
keluarga ku semua selamat dalam musibah ini. Aku bersyukur, masih diberi nafas
ini. Aku pun bersyukur, masih memiliki hati dan iman ini. Aku berazzam, ini
langkah awalku untuk berubah, bukan menjadi semakin terpuruk. Dengan
mengucapkan bismillah aku pun memberanikan diri membaca buku tentang kewajiban
berhijab bagi seorang muslimah untuk pertama kalinya. Buku inspiratif dan penuh
ilmu karya Salim A fillah, Agar Bidadari Cemburu Pada Mu itu, kusingkap
perlahan. Buku ini pemberian mbak Re ku sayang. Seorang mahasiswa muslimah dari
Universitas terkenal di Bengkulu yang taat dan mengajarkan ku banyak hal selama
dia KKN ditempatku tak berapa lama ini .
No comments:
Post a Comment